Rabu, 08 Agustus 2012

Kabareskrim: KPK Tak Mungkin Ambil Alih Kewenangan Kasus Korlantas


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan bahwa KPK tak mungkin mengambil alih kewenangan kasus dugaan korupsi simulator SIM. Hal itu mencermati isi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"KPK punya kewenangan untuk mengambil alih yang tertuang dalam Pasal 8. Tetapi, Pasal 8 ini syaratnya kan Pasal 9, sepanjang kasus tidak ditangani, ditelantarkan, dan sebagainya. Tapi, ini kita cepat tangani. Mungkin enggak diambil? Enggak mungkin," ujar Sutarman yang ditemui seusai shalat tarawih di Masjid Al-Ikhlas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7/8/2012) malam.
Menurut Sutarman, Pasal 9 menyebutkan, pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
  • a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
  • b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
  • c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
  • d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
  • e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif;
  • f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Sutarman, hal tersebut telah dipenuhi Polri sehingga KPK pun tak dapat mengambil alih. Ia pun mengembalikannya pada Undang-Undang Dasar Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Ia bersikeras tetap melanjutkan penyidikan karena tak ada satu pasal pun dalam KUHP yang menyatakan Polri harus menghentikan penyidikan.
Dikatakan Sutarman, yang diperdebatkan saat itu hanyalah Undang-Undang KPK dalam Pasal 50 ayat 4 yang berbunyi: "Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan."
Sutarman pun menegaskan tak dapat menghentikan penyidikan karena telah menahan para tersangkanya pada Jumat (3/8/2012). "Itu yang diperdebatkan Pasal 50 ayat 4, tapi di mana saya harus menghentikan? Kalau saya sudah menahan orang, bagaimana menghentikannya? Tidak ada satu pasal pun. Pasal 109, kalau tidak cukup bukti dan sebagainya, KUHAP. Tapi ini buktinya cukup, dari mana saya bisa menghentikan? Tidak bisa," tandasnya.
Sutarman mengingatkan bahwa para pimpinan, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad, telah sepakat pada pertemuan Selasa (31/7/2012) di Mabes Polri. Penyidikan yang dilanjutkan Polri pun atas dasar kesepakatan saat itu.
"Yang ditangani polisi DP (Didik Purnomo), pejabat pembuat komitmen sampai dengan ke bawah. Itu sesuai dengan komitmen pertemuan Pak Kapolri tanggal 31 Juli. Kesepakatan pimpinan itu adalah perjanjian moral, yang itu lebih tinggi dari segalanya," terang Sutarman.
Sutarman menuturkan, jika tidak juga ada kesepakatan atau tidak ada titik temu, ia siap menyelesaikan di peradilan. Namun, Sutarman belum memastikan apakah kasus tersebut akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. "Kalau memang itu dianggap tidak sepakat, ya selesaikan di peradilan," kata dia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar