Rabu, 08 Agustus 2012

karya


TNI belum tentu bersih dari korupsi

MEDAN - Hasil survei yang baru dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia (Polri) lebih bersih dalam hal praktek korupsi daripada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai oleh sejumlah kalangan masyarakat aneh dan patut dipertanyakan kembali.

Apalagi beberapa kasus praktek korupsi yang juga menyeret institusi polisi, seperti rekening gendut perwira polisi, dana dari Freeport dan kasus Gayus Tambunan, yang mencitrakan bahwa Polri salah satu institusi pemerintah yang korup, tentu masih segar di ingatan masyarakat.Penasehat Indonesia Police Watch (IPW), Johnson Panjaitan, meragukan keakuratan survei yang digalang oleh LSI tersebut. Kepada Waspada Online tadi malam, Johnson dengan tegas mengatakan bahwa institusi Polri lebih buruk daripada KPK dalam hal praktek korupsi. "Polri itu lebih buruk daripada KPK," tegasnya.

Senada dengan pernyataan beberapa kalangan masyarakat lain yang juga meragukan hasil survei LSI tersebut, dirinya juga merasa heran apakah orang-orang di LSI tersebut menanyakan pertanyaan survei tersebut kepada orang yang tepat. "Karena jangan-jangan orang yang ditanya juga tidak begitu paham tentang kondisi yang terjadi di tubuh Polri saat ini," ujarnya.

Saat diberitahu lembaga pemerintah yang lain, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI), menempati peringkat tertinggi dalam hal lembaga penegak hukum yang bersih dari praktek korupsi, Johnson mengatakan karena saat ini tidak ada satu pun oknum TNI yang terlibat kasus korupsi dengan dana yang besar atau juga belum terekspos oleh media. "Jadi bukan berarti TNI bersih dari korupsi ya, karena itu juga tidak mungkin. Praktek korupsi pasti ada dimana saja, termasuk di TNI," katanya.

Dirinya juga menimpali bahwa bisa saja tidak ada orang yang berani memeriksa data keuangan yang ada di tubuh lembaga angkatan bersenjata tersebut.

Politisi Partai Demokrat, Achsanul Qosasi, juga menilai janggal hasil survei yang dirilis LSI mengenai persepsi publik terhadap lembaga penegak hukum. Achsanul tak percaya bila Polri disebut sebagai institusi yang lebih bersih dibanding KPK. "Kenapa tiba-tiba muncul KPK kalah bersih dengan TNI dan Polri? Menurut saya aneh juga melakukan suatu survei, yang dasarnya juga kita enggak tahu apa. Apakah dasarnya proyek atau apa telah birokratif itu juga harus dilihat," kata Achsanul.

"Kalau bersih atau tidak bersihnya berdasarkan survei, nanti semua kepentingan bermain di sana. Misalnya untuk kepentingan TNI, Polri, KPK, jangan sampai nanti yang bersih dianggap enggak bersih dan yang enggak bersih dianggap bersih," katanya.

LSI melakukan survei ke sejumlah lembaga dengan pertanyaan, "Sejauh ini, menurut penilaian Ibu/bapak seberapa bersih atau tidak bersihkah lembaga-lembaga berikut dari korupsi?"

Menurut Direktur Eksekutif LSI, Dodi Ambardi, publik pada umumnya tidak percaya bahwa lembaga-lembaga yang dinilai strategis, bersih dari korupsi. "Hanya pada TNI, rakyat pada umumnya masih percaya bahwa lembaga ini bersih dari korupsi," kata Dodi.

Berikut penilaian responden terhadap lembaga-lembaga negara:
1. TNI 57,2%
2. Presiden 51%
3. Kepolisian 39,3%
4. KPK 38,5%
5. Bank Indonesia 38,2%
6. Mahkamah Konstitusi 37,7%
7. Mahkamah Agung 34,9%
8. Badan Pemeriksa Keuangan 33,8%
9. Kejaksaan Agung 33,2%
10. Dewan Perwakilan Rakyat 31,1%
11. Partai politik 30,2%

Perwira TNI AU Pengkritik SBY Terbelit Kasus Korupsi

JAKARTA- Korps TNI AU telah memberi penjelasan resmi terkait persoalan hukum yang tengah membelit Kolonel Penerbang Adjie Suradji.

Pria yang kemarin menghebohkan publik lantaran menulis opini di Kompas berisi kritik terhadap kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata tersandung kasus dugaan korupsi di lingkungan TNI AU.

Status Adjie pun sudah terdakwa. “Saat ini yang bersangkutan tengah menghadapi dakwaan terkait tindak pidana korupsi dan dalam proses hukum,” ujar Kadispen TNI AU Marsma TNI Bambang Samoedro di Jakarta, Selasa (7/9/2010).

Kolonel Adjie yang bertugas dibagian koperasi Mabes TNI juga disebutkan jarang masuk kerja. Dia hanya datang waktu mengambil gaji.

Dalam penjelasan di harian Kompas hari ini terkait artikel yang berjudul Pimpinan, Keberanian, dan Perubahan, pihak TNI AU juga menegaskan bahwa tulisan tersebut merupakan pendapat pribadi penulis. Bukan institusi TNI AU.

Namun karena mencantumkan identitas sebagai anggota TNI AU, maka penulis jelas telah melanggar kode etik prajurit TNI, sehingga akan mendapatkan sanksi yang akan diputuskan dalam pengadilan militer.

“TNI AU memegang teguh UU No 34 tahun 2005 tentang TNI, khususnya pasal 2 yang memuat tentang jati diri, di mana salah satu klausulnya menyatakan bahwa TNI dilarang berpolitik praktis,”