Kamis, 04 Agustus 2011


Tanah Terlantar Picu Konflik Masyarakat dengan Perusahaan
Wednesday, 06 April 2011 11:34
Pemkab Labusel terus men­dapat desakan dari mas­yarakat ten­tang adanya se­jumlah peru­sahaan yang ber­o­perasi mendapat izin penguasaan lahan na­mun tidak dimanfaat sesuai sifat dan peruntukannya.

Hal inilah yang memicu mas­­yarakat untuk mendesak agar Pemkab Labusel segera me­la­kukan peninjauan ulang atau penertiban kepada peru­sa­haan yang mendapatkan i­zin kelo­la/HGU, namun diterlantarkan.

Salah satunya PT Sinar Be­lantara Indah. Perusahaan yang bergerak di bidang pe­man­faatan hutan tanaman di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Bagan Toreh, Keca­matan Tor­gam­ba, ini me­miliki lahan seluas 6.200 Ha, dengan klasifikasi penilaian kinerja sedang.

Dengan areal yang begitu luas, PT SBI tersebut tidak me­manfaatkannya secara op­timal. Sesuai informasi yang dihimpun Jurnal Medan dari pen­duduk di sekitar perusahaan, di antara­nya Dollah (37) war­ga Dusun Suka Mulya. Dia mengatakan, perusahaan ter­sebut memiliki lahan terlantar yang cukup luas. “Dan lahan yang dikerjai hanya seperempatnya saja,” jelasnya.

Sesuai Peraturan Peme­rintah No. 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, ditambah lagi Peraturan Kepala BPN RI No. 4 tahun 2010, tentang ta­ta cara penertiban tanah terlantar. Makanya Pemerintahan Pro­­­vinsi ­(Pemprov) maupun Pe­merin­tahan Daerah (Pemda) harus segera melaksanakan pe­ra­turan tersebut dengan menganalisa jumlah perusahaan yang dianggap menelantarkan tanah yang dikelolanya dengan melakukan penertiban.

“Harus dievaluasi dan di­tempuh tindakan sesegera mung­­kin,” ujar Hasraruddin Nur Daulay anggota DPRD La­busel dari Fraksi Golkar ke­tika dimintai keterangan di ruang kerjanya, Senin (4/4).

Di tempat terpisah, Ab­dullah Situmorang Ketua IC­MI Labusel mengatakan, akibat banyak lahan yang terlantar tersebut, masyarakat memanfaatkannya dengan melakukan penggarapan dan menana­minya dengan karet dan sawit.

Namun, perusahaan yang dinilai tak mampu itu akhi­r­nya melakukan pengusiran dengan menempatkan beberapa aparat dari Petugas Polisi Kehutanan atau SPORC (Satu­an­ Polisi Reak­si Cepat). “Se­hing­ga hal yang tak dinginkan pun terjadi,” ujarnya.  

Salah satu contoh, lanjutnya, kasus penembakan mas­ya­rakat oleh petugas Polhut pada bulan November 2010 yang lalu di areal PT SBI ter­sebu­t. Di sini peran Pemkab La­busel harus lebih tegas.

“Jadi Bupati Labusel jangan hanya tegas kepada para PNS di jajarannya, akan tetapi ke­pada perusahaan yang selalu mengalami konflik dengan masya­rakat juga harus le­bih tegas,” tandasnya.

Amin Wahyudi | Labusel | Jurnal Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar