Tanah Terlantar Picu Konflik Masyarakat dengan Perusahaan
Wednesday, 06 April 2011 11:34
Pemkab Labusel terus mendapat desakan dari masyarakat tentang adanya sejumlah perusahaan yang beroperasi mendapat izin penguasaan lahan namun tidak dimanfaat sesuai sifat dan peruntukannya.
Hal inilah yang memicu masyarakat untuk mendesak agar Pemkab Labusel segera melakukan peninjauan ulang atau penertiban kepada perusahaan yang mendapatkan izin kelola/HGU, namun diterlantarkan.
Salah satunya PT Sinar Belantara Indah. Perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan hutan tanaman di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Bagan Toreh, Kecamatan Torgamba, ini memiliki lahan seluas 6.200 Ha, dengan klasifikasi penilaian kinerja sedang.
Dengan areal yang begitu luas, PT SBI tersebut tidak memanfaatkannya secara optimal. Sesuai informasi yang dihimpun Jurnal Medan dari penduduk di sekitar perusahaan, di antaranya Dollah (37) warga Dusun Suka Mulya. Dia mengatakan, perusahaan tersebut memiliki lahan terlantar yang cukup luas. “Dan lahan yang dikerjai hanya seperempatnya saja,” jelasnya.
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, ditambah lagi Peraturan Kepala BPN RI No. 4 tahun 2010, tentang tata cara penertiban tanah terlantar. Makanya Pemerintahan Provinsi (Pemprov) maupun Pemerintahan Daerah (Pemda) harus segera melaksanakan peraturan tersebut dengan menganalisa jumlah perusahaan yang dianggap menelantarkan tanah yang dikelolanya dengan melakukan penertiban.
“Harus dievaluasi dan ditempuh tindakan sesegera mungkin,” ujar Hasraruddin Nur Daulay anggota DPRD Labusel dari Fraksi Golkar ketika dimintai keterangan di ruang kerjanya, Senin (4/4).
Di tempat terpisah, Abdullah Situmorang Ketua ICMI Labusel mengatakan, akibat banyak lahan yang terlantar tersebut, masyarakat memanfaatkannya dengan melakukan penggarapan dan menanaminya dengan karet dan sawit.
Namun, perusahaan yang dinilai tak mampu itu akhirnya melakukan pengusiran dengan menempatkan beberapa aparat dari Petugas Polisi Kehutanan atau SPORC (Satuan Polisi Reaksi Cepat). “Sehingga hal yang tak dinginkan pun terjadi,” ujarnya.
Salah satu contoh, lanjutnya, kasus penembakan masyarakat oleh petugas Polhut pada bulan November 2010 yang lalu di areal PT SBI tersebut. Di sini peran Pemkab Labusel harus lebih tegas.
“Jadi Bupati Labusel jangan hanya tegas kepada para PNS di jajarannya, akan tetapi kepada perusahaan yang selalu mengalami konflik dengan masyarakat juga harus lebih tegas,” tandasnya.
Amin Wahyudi | Labusel | Jurnal Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar